SEBINGKAI HARAPAN KOSONG
Aku masih terdiam di beranda rumah tetap menatap lembayung kesepian. Rasa penat masih ada setelah seharian aku terfokus pada sekolahku, sesosok perempuan berjalan mengarah kepadaku, dan aku hafal betul parasnya, ya. . .benar saja dia sahabatku yang selalu bersamaku kala aku senang maupun susah, lalu dia duduk disampingku, kamipun bersama memandangi langit malam itu, aku menghela nafas panjang dan suaraku mulai memecah keheningan malam.
"Andaikan malam ini masih aku bersamanya, melukis indah bintang malam, pasti akan tergurat senyum dipipiku"
"sudahlah tak baik banyak berharap" sangga sahabatku, dan percakapan kamipun masih terus berlanjut.
"aku bukan hanya berharap dia kembali di pelukku, tapi aku benar-benar menginginkannya kembali mengisi ruang kosong dihatiku"
"itu tidak akan mungkin"
"jika ketidakmungkinan dapat ku tukar dengan emas 70kg, aku akan berusaha mencari penukarnya itu, walaw mungkin aku bisa menukarnya di usiaku yang tak muda lagi, tak apa. . . ."
"sia-sia saja kau bicara begitu"
"aku benar-benar sangat merindukannya"
"aku paham, sudahlah hapus saja air matamu, itu hanya akan membuatnya disana sedih melihatmu"
"aku tak ingin menangis, tapi mataku seolah pasrah dengan keadaan, airnya sudah teramat deras, aku tak mampu menahan"
"apa yang bisa kau lakukan saat ini, sementara kau sendiri tahu harapanmu semuanya hampa"
"aku juga tak tahu"
"lalu apa yang kau harapkan dari harapan yang jelas-jelas tak mungkin terkabul"
"Andaikan malam ini masih aku bersamanya, melukis indah bintang malam, pasti akan tergurat senyum dipipiku"
"sudahlah tak baik banyak berharap" sangga sahabatku, dan percakapan kamipun masih terus berlanjut.
"aku bukan hanya berharap dia kembali di pelukku, tapi aku benar-benar menginginkannya kembali mengisi ruang kosong dihatiku"
"itu tidak akan mungkin"
"jika ketidakmungkinan dapat ku tukar dengan emas 70kg, aku akan berusaha mencari penukarnya itu, walaw mungkin aku bisa menukarnya di usiaku yang tak muda lagi, tak apa. . . ."
"sia-sia saja kau bicara begitu"
"aku benar-benar sangat merindukannya"
"aku paham, sudahlah hapus saja air matamu, itu hanya akan membuatnya disana sedih melihatmu"
"aku tak ingin menangis, tapi mataku seolah pasrah dengan keadaan, airnya sudah teramat deras, aku tak mampu menahan"
"apa yang bisa kau lakukan saat ini, sementara kau sendiri tahu harapanmu semuanya hampa"
"aku juga tak tahu"
"lalu apa yang kau harapkan dari harapan yang jelas-jelas tak mungkin terkabul"
"aku ingin Tuhan tahu aku sangat mencintai dia, saat ini aku benar-benar sangat merindukannya dan inginkan dia disampingku temani sedih hatiku"
"Tuhan mungkin sangat tahu kau sangat mencintai dia, tapi Tuhan juga tak akan membuat dia disampingmu saat ini"
"Tuhan tak pernah mendengar doaku"
"Tuhan maha mendengar, ia mempunyai rencana lain untukmu"
"entahlah"
"sampai kapan kau akan duduk disini menangisi dan menanti yang tak pasti?"
"sampai aku lelah dan beranjak tidur melupakan harapan-harapanku"
"ayolah. . . .malam kini telah larut, tidakkau kau lelah saat ini setelah seharian melaksanakan tugas"
"sobat. . . Lihatlah ! Banyak bintang dilangit kita, satu diantara bintang itu ku yakin itu dia, dan. . .lihatlah bulan sabit itu melengking bak senyum-senyumnya yang pernah ia berikan untukku, langit kali ini benar-benar melukis indah dirinya, diri yang sedang kurindukan"
"kau terlalu banyak berkhyal dan berharap"
"sampai kapan ya harapan untuk hidup bersamanya mengembara dihatiku, mungkin hingga aku sakit, jatuh dan terlelap"
"kau tahu ! Betapa bodohnya kau berharap pada sang kematian"
"maksudmu?"
"kau dengan atau tanpa sadar melihat lelaki hatimu telah menemui kematiannya, kini dia tak lagi menapakkan kakinya di bumi, masihkah kau berharap pada apa yang telah tiada? "
"ya. . .kau benar"
"sekarang, pudarkanlah harapanmu pada sang kematian itu yang sia-sia belaka, ayolah bergegas tidur."
"mungkin sulit tapi akan ku coba, baiklah aku akan tidur, selamat malam"
"ya, selamat malam"
"Tuhan mungkin sangat tahu kau sangat mencintai dia, tapi Tuhan juga tak akan membuat dia disampingmu saat ini"
"Tuhan tak pernah mendengar doaku"
"Tuhan maha mendengar, ia mempunyai rencana lain untukmu"
"entahlah"
"sampai kapan kau akan duduk disini menangisi dan menanti yang tak pasti?"
"sampai aku lelah dan beranjak tidur melupakan harapan-harapanku"
"ayolah. . . .malam kini telah larut, tidakkau kau lelah saat ini setelah seharian melaksanakan tugas"
"sobat. . . Lihatlah ! Banyak bintang dilangit kita, satu diantara bintang itu ku yakin itu dia, dan. . .lihatlah bulan sabit itu melengking bak senyum-senyumnya yang pernah ia berikan untukku, langit kali ini benar-benar melukis indah dirinya, diri yang sedang kurindukan"
"kau terlalu banyak berkhyal dan berharap"
"sampai kapan ya harapan untuk hidup bersamanya mengembara dihatiku, mungkin hingga aku sakit, jatuh dan terlelap"
"kau tahu ! Betapa bodohnya kau berharap pada sang kematian"
"maksudmu?"
"kau dengan atau tanpa sadar melihat lelaki hatimu telah menemui kematiannya, kini dia tak lagi menapakkan kakinya di bumi, masihkah kau berharap pada apa yang telah tiada? "
"ya. . .kau benar"
"sekarang, pudarkanlah harapanmu pada sang kematian itu yang sia-sia belaka, ayolah bergegas tidur."
"mungkin sulit tapi akan ku coba, baiklah aku akan tidur, selamat malam"
"ya, selamat malam"
Aku beranjak meninggalkan sahabatku membawa beban kerinduan pada lelaki hatiku yang pupus dan meninggalkanku, ku lihat sahabatku juga telah beranjak, aku tersenyum kecil mengingat kalimat itu “Betapa bodohnya kau berharap pada sang kematian” benar saja, aku tak akan menjalani hidup berlarut-larut berselimut kesedihan, berharap pada sesuatu yang kosong… Terimakasih sobat, kau kembali mengingatkanku dari keterpurukanku karena cinta, sesungguhnya Tuhan telah menciptakan manusia berpasang-pasang, sekalipun lelaki hatiku telah mati,dia kan selalu dihatiku, dan bukan dia pasangan yang Tuhan kehendaki untukku, jika memang itu yang terjadi aku harus belajar ikhlas.
0 komentar:
Posting Komentar