Petuah Mbak Sri
Matahari sudah mengintip dibalik jendela kamar,
tapi aku masih dengan selimut tebal terlentang diatas kasur berseprei biru dengan motif lumba-lumba. Aku terjaga,
dengan mata yang masih sembap kupandangi
sebuah bingkai foto yang semenjak kemarin berbalas memandangku juga, semalaman
hingga matahari menyembul aku tak jua tertidur, ku habiskan malam mingguku
dengan tatapan kosong pada bingkai foto di atas meja kamarku.
Jam sepuluh, tubuhku masih belum beranjak, tak
ada orang yang memperdulikanku, aku mematung menunggui jam berputar arah namun
percuma.
Kuangkat tubuh lemahku, mencoba membalas
intipan mentari, cahayanya dalam sekejap masuk ke sudut-sudut kamarku, mengisi
kekosongan setiap ruangan. Aku tak peduli, seperti yang dilakukan semua orang
yang tak pernah memperdulikanku, aku berjalan menyiram diri, membersihkan
luka-luka di dada, air mataku jatuh bersama siraman ketiga jatuh ditubuhku.
***
Bulan tanggal lima belas terlihat bulat
sempurna, sesempurna kebahagiaan yang beberapa menit lalu tercipta. Sri, kakak
perempuanku datang membawakan oleh-oleh dan beberapa macam masakan Ibu yang
membuatku rindu.
“ Nia, makannya biasa aja deh, semua orang juga
tahu masakan Ibu kita memang enak. “ Mbak Sri menggodaku yang terlihat lahap
menikmati masakan Ibu.
“ Maklum Mbak, dua hari gak makan .” Jawabku
santai
“ Kenapa ? Duit kiriman Ibu habis yah, kenapa
gak ngomong. Jangan membuat sakit diri sendiri kamu Ni. “ Sahut Mbak Sri.
Aku hanya menyeringai tanpa menjawab suatu
apapun, batinku mulai berdemo, selesai membasuh tangan, kupeluk Mbak Sri.
“ loh loh loh, ada apa ini ? tiba-tiba
pelak-peluk, kangen yah, ayo ngaku. “ Mbak Sri menggodaku lagi.
Aku hanya menggeleng, mempererat pelukanku pada
Mbak Sri. Tuhan, maafkan atas prasangka ini, ternyata masih ada yang peduli
terhadapku, masih ada Ibu, Bapak dan Mbak Sri yang selalu perhatian kepadaku,
alangkah buruknya aku Tuhan, aku tak melihat keluargaku yang dengan
ketulusannya selalu ada untukku, aku hanya memperhatikan orang yang bukan
siapa-siapaku, yang belum jelas menjadi jodohku, teman-temanku tak juga selalu
mengerti, maafkan aku Tuhan.
“
Maafkan aku yah Mbak. “ ucapku sembari masih berpelukan.
“ Loh kenapa ? emang kamu salah apa Nia ? “
Tanya Mbak Sri yang kemudian melepas pelukannya.
“ Nia salah sudah menganggap Ibu, Bapak dan
Mbak Sri nggak ada. “ Jawabku lemah, mataku berkaca-kaca mengucapkan kalimat
penyesalan itu.
“ Maksudmu ? “ Tanya Mbak Sri Lagi.
“ Selama ini Nia enggak pernah membalas
perhatian dari Ibu, Bapak dan Mbak Sri, Nia justru lebih peduli terhadap orang
lain, Nia palah peduli terhadap Reno yang hanya bisa menyakiti hati Nia, Nia
palah mementingkan kebersamaan bersama teman-teman Nia daripada pulang dan
menikmati kebersamaan bersama kalian, maafkan Nia Mbak. “ aku menjelaskan
dengan serbuan penyesalan.
Mbak Sri tak menjawab, tetapi justru
memandangku lekat, ku teruskan ceritaku.
“ Reno
Mbak, lelaki yang sempat ku kenalkan kepada Mbak Sri ternyata sudah mempunyai
kekasih terlebih dulu sebelum aku, Mbak Sri bisa bayangkan bagaimana perasaan
kekasihnya itu jika mengetahui hubungan ini, aku ini wanita Mbak, aku jelas
tahu rasanya sakit karena diduakan, aku mencintai Reno Mbak tapi aku juga
enggak bisa membuat orang lain tersakiti atas hubungan ini, terlebih dialah yang
pertama menjadi kekasih Reno. Sementara aku, aku hanya selingkuhan meski aku
tak tahu sebelumnya, dua hari lalu aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan
dengan Reno, meski masih teramat mencintainya, aku tak bisa melupakan Reno
Mbak, tapi aku juga tak mungkin merebut kebahagiaan wanita lain kekasih Reno
itu, urusannya semakin rumit ketika aku menceritakan keputusanku kepada
teman-temanku, bukan dukungan justru cacian yang Nia terima dari teman-teman
Nia Mbak, kata mereka Nia bodoh melepaskan Reno, apa iya Nia sesalah itu Mbak ?
Nia semakin enggak ngerti sama teman-teman Nia yang sekarang, dia menjauhi Nia,
dia mengacuhkan Nia Mbak, Nia bingung Mbak. Kemarin Nia enggak tidur semalaman,
Nia benci kehidupan ini, kenapa Nia yang selalu harus disakiti, Nia sudah
ngerelain Reno karena Nia tak mau ada orang lain tersakiti tetapi kini Nia yang
tersakiti Mbak, karena perasaan yang masih dalam terhadap Reno dan karena
perlakuan teman-teman Nia, Kemarin hingga Maghrib tadi pun Nia fikir tak ada
seorangpun yang peduli terhadap Nia, tapi Nia salah, Nia masih punya Ibu, Bapak
dan Mbak Sri yang selalu ada buat Nia, maafkan Nia Mbak. “
Mbak Sri tersenyum.
“ Nia hidup itu pilihan, disetiap pilihan akan
ada jalan, yang kamu harus tahu kebahagiaan itu selalu ada dikehidupan dan
dijalan yang telah kita pilih, asalkan hatimu lurus dengan selalu bersyukur
terhadap apa yang telah ada dijalanmu, tak ada yang perlu disesali. Keputusanmu
atas Reno itulah Jalanmu, Yakinlah akan ada kebahagiaan lain dari jalan yang
lain dan bukan dari Reno meski seribu orang mencacimu, sejuta orang
mengasingkanmu, dan semilyar orang tak memperdulikanmu, lihatlah lagi kehatimu disana
ada Ibu, Bapak dan Mbak Sri yang telah digariskan Tuhan untuk menjadi salah
satu dari kebahagiaanmu,kamu tentu tahu istilah teman sejati yang ada disetiap
suka dan duka, angka untuk teman sejati itu tidak lebih dari 15% didunia, ini
versi Mbak Sri ( Tersenyum ), kamu tak usah takut kehilangan teman-temanmu,
tetaplah menjadi Nia yang baik hati dan tulus dalam kehidupan, tetaplah berbaik
hati pula kepada teman-teman yang telah mengacuhkanmu karena itulah
satu-satunya cara kita membahagiakan hati kita, kita mungkin sesekali akan
dongkol tapi kebahagiaan hati itu letaknya karena kebaikan dan ketulusan,
jangan kotori dan membuat hatimu bersedih karena balas mengacuhkan mereka,
jadilah Nia yang tulus. “
Aku mengangguk, mencoba memahami setiap
perkataan Mbak Sri. Jadilah malam itu terlewatkan dengan petuah-petuah Mbak
Sri, aku bangga padanya dialah yang mengajarkanku arti ketulusan dan Ibu
beserta Bapaklah yang mengalirkan darah ketulusan itu kepada kami.
Kali ini tidurku nyenyak.
petuah nya tentang ketulusan,,bagusss
BalasHapusmakasih :)
BalasHapus