Jika hati diciptakan untuk merasakan cinta,
mengapa selalu harus ada kecewa disetiap perjalanannya.
Jika hati diciptakan untuk merasakan cinta,
mengapa tercipta diam untuk menyembunyikan apa yang ada.
Bukankah cinta sebuah rasa yang sempurna, kenapa
tak pernah ada tawa bersamanya.
Aku diam, cintaku hilang
Selepas isya entah dari pintu mana
sahabatku tiba-tiba merebahkan tubuhnya di kasur yang sama sepertiku, aku yang
merebah masih dalam keadaan mengenakan mukena sontak membelalakan mata, bukan
karena kaget tetapi sahabatku yang satu ini selalu saja serba tiba-tiba, ia
layak disebut jelangkung datang tak
dijemput pulang tak diantar. Itulah ia, tiba-tiba disampingku tapi ketika
aku beranjak ke dapur untuk membuatkannya minuman ketika kembali ia sudah tak ada,
maka selalu akan ada pesan singkat di handphoneku,
“ aku buru-buru ada pertemuan dengan
komunitas manjat “ maka aku tak akan memarahinya ketika ia telah memberikan
kabar demikian, ah hijaber doyan manjat itu selalu menyebalkan.
“ Siapa ? “ kata Ririn, sahabatku
“ Apanya yang siapa ? “ jawabku tak
mengerti
Ririn hanya mengerlingkan matanya dan
meletakan tangannya di dada kirinya, ah aku mulai tahu apa yang ia maksud.
Kenapa Ririn tahu apa yang tengah aku fikirkan, sejak kapan ia mulai belajar
membaca fikiran seseorang, aku hanya menggeleng menjawab apa yang ia siratkan.
“ Apakah cinta sediam ini Pril, kau
tahu bahwa hanya pelangilah yang mampu indah meski ia hanya diam “ kata
sahabatku itu, dan sekali lagi selalu menyebalkan.
“ Masa ? ada yang lain kok “ aku
mengelak
“ Ari ? “ hijaber satu itu memang
sangat blak-blakan
Aku hanya diam mendengar nama itu
disebut. Ririn seperti mampu membaca segala apa yang ada dalam diriku. Aku tak
menanggapi ucapannya, bangkit membuka dan melipat kembali mukena yang kupakai.
Waktu beberapa menit kosong, aku hanya
memandangi dinding bergambar wajah Ari hasil lukisan imajinasiku, sementara
Ririn, Ia masih merebah memandangi langit-langit kamarku.
“ Ehem “ Ririn berdehem, kali ini ia
benar-benar mengagetkanku.
“ Rin .... “ sahutku sembari menarik
lengannya
“ Iya “ Ririn menjawab cepat, seolah
mengerti bahwa aku telah siap menceritakan sesuatu.
“ Manusia mungkin tak pernah ada yang
sempurna, karena kesempurnaan hanyalah milik Alloh semata, tapi apakah salah
jika kita mengharapkan seseorang yang sempurna untuk menemani hidup kita ?
bukan sempurna mungkin, tapi kearah sempurna, bagiku yang berjalan kearah
sempurna itu yang jelas ku tahu saat ini memang Ari, tapi Rin kenapa dibalik
kesempurnaan yang kulihat dalam diri Ari, disitulah aku menemukan
ketidakpantasanku untuk bersamanya. Yang lebih sulit lagi kali ini aku
benar-benar merasa hambar, selain aku merasa tak pantas bagi Ari, tapi aku juga
belum mampu mencintai orang lain selain dia Rin, aku bingung “ mataku
berkaca-kaca menceritakan hal itu pada Ririn, kali ini aku semakin pasrah. Ia,
Ririn mungkin akan membodoh-bodohkanku kenapa baru sekarang aku jujur.
“ Satu, kamu bodoh kenapa selama ini
hanya diam. Dua, aku salut karena kau bisa membuat cinta sediam ini, yang pasti
ada alasan Tuhan membuatmu berfikir untuk bungkam saja Pril, mungkin Tuhan
ingin kau menjaga hatimu dahulu saja sebelum benar-benar Tuhan menakdirkan yang
terbaik buatmu, atau mungkin Tuhan membuat kau berfikir untuk diam saja karena
akan menunjukan sesuatu, sesuatu dan sesuatu yang lain terhadapmu, sebelum kau
berfikir untuk membicarakannya. “
Ririn memelukku, aku juga erat
memeluknya bahkan sempat meneteskan beberapa bulir air mata, tak ingin Ririn
melihat aku buru-buru menghapusnya.
“ Jika kamu hanya diam, kau mungkin
tak pernah akan tahu apakah cinta sama-sama berjalan dengan indah atau tidak,
bahkan jika kau terus diam mungkin Ari akan jauh menghilang dari hidupmu, maka
akan tercipta luka di penantianmu Pril, seberapa lama lagi kau akan diam dan
menunggu Pril ? tapi jika kau sendiri tahu bahwa kau diam dan Tuhan meridhoi
kediamanmu, lanjutkan Pril lanjutkan biar cintamu dan cinta pada Tuhan tak
terbagi sebelum pernikahan itu terjadi. “
Ririn bergegas pergi setelah perlahan
membuat sebagian hatiku remuk jua, namun Ririn ialah sahabatku yang tulus. Aku
memandangi bekas langkahnya meninggalkanku.
Ari, aku mencintaimu
Tapi mungkin Tuhan benar, aku harus
diam
Meski akan ada luka dan kecewa
0 komentar:
Posting Komentar