SAJAK-SAJAK TANPA JUDUL

1.
Jujur, sebenarnya aku enggan merindukanmu
seperti menginginkan pindah ke bulan, sementara aku hanya rakyat jelata
sulit bukan ?
Kau itu sarupa kupu-kupu
nampak indah sekali, namun tangan tak mampu menggapaimu
sayapmu terlalu tangguh terbang meninggalkan dan melupakan
tapi kau masih cukup indah untuk dirindukan
meski daun-daun satu persatu berguguran
kau itu serupa nyamuk, menggigit dan mempesonakanku
menyebalkan sekali, namun tangan tak mampu menepukmu
kecepatan terbangmu masih terlalu tanggap untuk tak memperdulikanku
tapi kau selalu begitu nampak indah, dihatiku
aku juga heran bisa-bisanya aku hanya diam
diacuhkan
dan ini kerinduan yang menyebalkan

2014

2.
Sabtu, seperti biasanya 
mengetuk pintu lalu menitipkan rindu
Sejak kapan ini menjadi kebiasaan ?
entah, mungkin sejak mataku disetubuhi elokmu

2014

3.
kenapa detikan jam tak terdengar lagi ? apakah malam menghabiskan seruan kangen yang menyelinap diantara angka-angka waktu ?aku beringsut, memunguti kepingan hati yang terberai sendiri, menyadari.
Kenapa desah angin tak ada ? benarkah nafasku jatuh pada kehampaannya ? aku hanya menunduk, berjalan membentur-bentur mimpi, sakit sekali

2014

4.
ini kekeluan yang tak asing
singgah di lidah dan sebagian dada
berbisik, kemudian menyapa
" Hai, Pria "
tak elok memang
tapi rindu adalah semilir angin di gurun
rindu adalah seberkas cahaya yang merebut ruang-ruang cinta
rindu adalah nyanyian usang yang tertinggal zaman
rindu adalah sorotan mata dan senyum klasik milikmu
rindu adalah Ri ...
Diam, aku mulai beku, diamlah aku.
2014

5.
percakapan kita semalam, adakah yang lebih mengkhawatirkan selainnya ?
matamu yang mengabur dan senyum perlahan berubah menjadi beringas senja
kau tahu, betapa waktu menggoyahkan kekuatan yang dicipta cinta ini ?
pelan, pelan, memelan lalu senyap
aku menengok cinta, tapi masih ada
oh, beginilah Tuhan merekayasa hujan
sekejap hilang sekejap datang
sepertimu... di panggung kehidupan
2014


6.
aku berteduh dari guyuran mimpi, menujumu
sebab apa sabtu kali ini begitu basah, oleh bekas darah
paduka, bukankah kau yang mengukir air hujan menjadi cinta 
tapi kenapa ? kenapa rinainya selalu mengukir lara
dan merah bukan lagi berani, tapi merah perlambang pasrah

2014

7.
Pria, kau tahu sejak kapan cinta berjalan seperti ini ?
Seperti kapas yang di tiup hembus-hembus nafas
lalu singgah di pelupuk matamu
coba kau perkenankan aku mendekap lebih dalam, langit
dengannya mungkin aku akan lebih mengerti
bahwa cinta hakiki hanya untuk Illahi.

2014

0 komentar:

Posting Komentar