Apa yang salah ketika aku menjadi segila ini
mencintaimu ? Aku gila, entahlah....
Gerimis jatuh tepat setelah pintu kost ku buka,
beruntung sekali tak mendapati hujan menyerbu tubuhku yang kering menahan
rindu. Ku hempaskan tubuh kekasur, kepalaku terasa lebih ringan dari biasanya,
apa karena masih mengingat betapa aku tergelak menertawai seorang teman yang
salah menggandeng orang di sebuah toko. Aku sampai menepuk-nepuk bahunya
membantu menebalkan kulit wajahnya agar tak merasakan malu. Sampai di kamar
kost aku masih tertawa sendiri “lah ko bisa orang sebeda itu dianggap sama “
mungkin dia kekurangan cairan isotonik yang mirip dengan cairan tubuh itu.
“ Triiiing “
Hape-ku berbunyi, aku tahu itu pesan masuk dan entah
kenapa kali ini aku tak bersemangat melihatnya, karena yang terjadi ketika aku
semangat mendapati ada pesan masuk adalah kekecewaan, -Ya kekecewaan karena operator celuler selalu lebih pengertian dari siapapun yang bisa setiap
hari mengabariku. Dengan malas ku raih Hape-ku menyentuhnya kekanan kekiri
keatas dan kebawah saking pintarnya sang Hape, lebih pintar dariku yang hanya
pandai merindukanmu.
“ Apa Kabar ? “
Kudapati pesan singkat itu dilayar Hape-ku, aku
bangkit. Bahkan aku rindu ditanyai kabar karena hampir setiap hari yang
kulakukan ketika membuka Hape yang notabene alat komunikasi adalah untuk bermain
games. Oh....
“ Baik, maaf siapa yah ? “ ku jawab singkat dengan
pertanyaan balik, karena nomer pengirim sms tidak kukenal.
“ Triiing “
“ Rendra”
JLEB,
seketika itu aku hening menatap layar Hape-ku. Antara bahagia dan sedih, antara
berharap dan rasa ingin mati. Aku baca lagi tulisannya masih sama, takut-takut
salah baca ku ulang lagi membuka smsnya, dan masih sama.
Seperti di bom, hatiku mendadak lebur berada di
perbatasan seperti yang ingin kembali dan ingin pergi. Cukup lama kubiarkan
Hape-ku sunyi lagi membiarkan imajinasiku menggambar lebih banyak dikanvas yang
rindu diwarnai. “ Apa mungkin dia merindukanku ? “
“ Triiing “
SMS lagi, dengan perasaan galau yang tercipta sendiri
kubuka Hape-ku, dan kali ini SMS dari operator celuler, dan kali ini pula
mungkin harapan muluk-muluk tentang balasan rindu itu hanya milikku, -Iya aku
saja yang kege’eran, aku saja yang terlalu berlebihan menafsirkan SMS yang
hanya berisi pertanyaan kabar itu. Kuhempaskan lagi tubuhku ke kasur. Kuambil
Hape-ku tanpa membalas pesan dari Rendra, kuputar sebuah lagu favoritku, lirik
lagu kesepian dari dygta sampai keperasaan terjauh.
Entah aku yang terlalu meresapi lagu itu atau
kantung mataku memang sudah berat menggendong air mata sehingga ia harus tumpah
saat ini. Aku gila, kerinduan itu mencabik-cabik. Aku diam-diam sesenggukan.
Lagu itu masih terdengar begitu galau.
Rendra, sampai detik ini aku masih yakin bahwa kau
bukanlah satu-satunya makhluk Tuhan yang begitu indah mampu memanjakanku,
dulu. Bahwa kerinduan padamu hanyalah
kerinduan yang kubuat-buat karena tak kunjung mampu menemukan sosok sepertimu.
Karena tangis yang selalu karenamu adalah tangis penyesalan karena telah
menjatuh cintaimu, maka kau layak memanggilku bodoh, Rendra. Aku terlalu bodoh
hingga aku tak tahu bagaimana caranya menghapus namamu.
Rendra, bahkan aku tak pernah ingin kau datang walau
hanya untuk sekedar menyapa dan menanyakan kabar selayaknya kita teman. Aku tak
mau berteman denganmu lagi, Rendra. Aku takut menjatuh cintaimu kembali.
Sementara cintaku masih belum habis untukmu, kau pergi. Aku tak sempat
menanyakan kau kemana, aku tak pernah sempat menanyakan kau sedang apa dan
dengan siapa, semua telah kau jawab pelan-pelan Rendra, sembari meremuk
redamkan hatiku.
Rendra, bahwa saat ini masih tak ada cinta selain
cintamu, aku hilang arah. Aku tak pernah tau dipelabuhan mana aku harus
berhenti dan membangun cinta lagi, cintamu dulu sudah lebih dari cukup, mesti
bangunannya sudah tak kokoh, bahkan hanya tinggal sebuah menara kecil yang
bertahan, masih kusebut itu cinta, Rendra. Dan aku tak pernah tahu bagaimana
jika kau datang dan membangunnya lagi, itu takan sama, jelas takan sama.
Rendra, maka biarkan aku melangkah meninggalkan cermin
yang setiap aku mengaca bayangannya adalah kamu.
Rendra, aku juga ingin tenang.... Cintaku begitu dalam
pun sampai kau meninggalkan. Aku akan selalu mencintaimu Rendra, sampai akhir
hayatku, sampai mataku tak mampu kututup sendiri.
Rendra, aku mungkin takan pernah menemukan sosok yang
sepertimu setidaknya kelak sosok yang bukan kau itu cukup membuatku nyaman
hidup dan berkehidupan dengannya dan anak-anakku kelak.
0 komentar:
Posting Komentar