Kepada aksara yang dengannya aku tak pernah tahu malu
menceritakan hal sememprihatinkan apapun,
Sore kemarin saat biru langit meredup, rintik hujan pertama
jatuh tepat dilenganku, aku berjalan sedikit lebih cepat dari biasanya, meninggalkan
bayanganmu lebih jauh. Aku sudah bosan menemui gigil sendirian, lelaguanku
sudah habis kudendangkan, namun kau jua yang menyarankan waktu agar aku
menyerah pada keadaan paling rapuh setelah habis-habisan mencintaimu.
Kuselimutkan handuk pada tubuh yang belum terlanjur basah,
menyeduh secangkir teh hangat dan mereguknya lamat-lamat, beruntung aku tepat waktu sampai rumah sebelum
menyaksikan hujan begitu derasnya menjuntai dari langit ke bumi, menawarkan
sejuta gelisah. Dari balik jendela kulihat bibirmu mengikuti gerakan bibirku
meniupi secangkir teh hangat yang kubuat, halusinasi apa ini ?
Gemericik hujan, ....
( bersambung )
0 komentar:
Posting Komentar